Sabtu, 05 April 2014

Keluarga Sederhana yang Baik Hati dan Saleh

Written On: Tuesday, March 18,2014

Minggu-minggu pertama saya tinggal di kota Balikpapan, untuk sementara saya numpang di rumah kakak kandung saya yang telah berkeluarga. Kakak pertama saya ini telah menetap hampir sekitar 10 tahun di kota ini. Beliau telah bekerja di perusahaan asing asal prancis yang berkecimpung di minyak dan gas. Kakak saya ini juga telah beristrikan wanita pribumi dan telah memiliki 3 anak yang lucu-lucu dan menggemaskan sebagai penyejuk hati orang tuanya. Kakak saya ini memiliki 2 orang putri dan 1 orang putra yang juga si bungsu. Anak pertama bernama Azka, anak kedua bernama Azkiah, dan si putra bungsu bernama Mushab.

Ketiga anak kakak saya ini meskipun sering ribut dan berisik namun mereka sangat lucu dan menggemaskan. Yah namanya juga anak kecil, jika ada sesuatu yang mereka inginkan maka pada saat itu juga harus dipenuhi. Dan jika tidak, maka bersiap-siaplah mendengar suara kapal pecah yang memekikkan telinga. Apa lagi si bungsu nih, Mushab, manjanya minta ampun. Dan segala sesuatu yang dia inginkan kalau tidak terpenuhi maka jurus andalannya adalah menangis sekencang-kencangnya. Saya kadang-kadang kasian melihat kakak saya dan istrinya yang tingkat kesabarannya udah level dewa kali. Apa lagi kakak saya nih kalau saya bilang sabarnya sih kelewatan.

Ilustrasi: Keluarga Soleh

Si bungsu dan si tengah (Azkiah) selalu menjadi musuh bebuyutan. Selalu tidak pernah ingin mengalah satu sama lain. Sering keduanya memperebutkan banyak hal, mulai dari mainan, minuman yang dibawah ayahnya, bahkan rebutan duduk di pangkuan ayahnya juga diperebutkan. Tapi bagaimanapun si bungsu akan selalu keluar sebagai pemenangnya karena kekuatan magis (tangis) yang dia miliki. Si bungsu yang masih cadel-cadelnya ini akan sekuat tenga untuk mengalahkan si tengah. Kadang pula si tengah akan berakhir dalam tangisan karena selalu disuruh mengalah oleh orang tuanya. Ya secara dimana-mana kakak selalu harus mengalah kepada si adik kan.

Nah ketika keduanya ini berantem, saya jamin siapapun tidak ingin berada di dekat mereka karena kebisingan tangisan dan pertengkaran mereka. Kadang-kadang saya hanya bisa memasang head seat ke telinga dan berdiam diri di kamar saking tidak kuatnya mendengar tangisan bocah-bocah ini. Sedangkan si sulung selalu berada di kubu yang netral tidak pernah memiliki musuh. Si sulung hanya bisa diam ketika si tengah dan si bungsu saling serang satu sama lain dan melemparkan tangisan mereka ke seluruh ruangan. Si sulung lebih sering menenangkan si bungsu yang keliarannya minta ampun deh tak terkontrol.

Pada Fitrahnya Manusia Mengharapkan Keluarga yang Soleh (Bahagia)

Tapi disinilah kekaguman saya muncul kepada kakak kandung saya ini. Akhlak beliau dalam mendidik keponakan-keponakan saya ini tidak pernah sekalipun, selama saya tinggal bersama mereka, memarahi atau menghardik dengan kasar dan suara yang menggelegar. Tidak pernah sekalipun. Kakak saya ini bahkan ketika menegur atau mengingatkan tetap dengan suara yang rendah dan  hampir tidak terdengar kalau kita tidak berada di dekat beliau. Tidak pernah sekalipun dia menaikkan intonasi suaranya kepada anak-anaknya. Kadang saya tidak habis pikir ketika kemanjaan si bungsu yang sudah tidak ketolong, dia malah menuruti permintaannya dari pada memarahi atau mencubit anaknya agar tidak meminta yang tidak-tidak.

Contohnya saja ketika kakak saya ini baru balik dari kantor, kebayang kan capek-capeknya pulang dari kantor bagimana, si bungsu langsung merengek dengan sangat ingin naik mobil dan diminta untuk membawa dia keliling. Bukannya malah menolak, kakak saya ini dengan penuh kesabaran tanpa keluhan sedikitpun menemani anaknya yang bungsu ini untuk berkeliling di kompleks perumahan tempat tinggal kami. Dan kejadian ini bukan hanya sekali loh, tapi sudah  berkali-kali saya menyaksikan kejadian ini berulang-ulang, ketika si bungsu merengek dan sangat memaksa dengan tangisannya untuk naik mobil. Inilah yang saya sebut dengan kesabaran tingkat dewa.

Ilustrasi: Lelaki Soleh; Taat Ibadahnya

Saya yakin jika ayah-ayah pada umumnya mendapatkan kasus yang sama seperti ini, akan melakukan hal sebaliknya. Pasti akan sangat sulit mengikuti sikap kakak saya ini ketika menghadapi anaknya yang sangat manja dan memaksa ini. Mungkin reaksi ayah-ayah yang lain kebanyakan akan marah dan menolak dengan keras paksaan anaknya itu. Si ayah pasti dengan kuasanya memarahi dengan suara yang keras dari tangisan anaknya untuk berhenti merengek dan diam. Bahkan dalam beberapa kasus, tamparan atau pukulan atau cubitan akan diberikan kepada anak yang merengek itu. Contohnya ketika masa kecil saya dan kakak saya tentunya, ayah bahkan ibu saya kompak akan mencubit bahkan memukul dengan rotan ketika kami bersaudara tidak bisa diatur.

Kalau kakak saya ini sangat sabar dan suaranya sangat pelan ketika berbicara dan menegur anaknya, berbeda dengan istri beliau. Istri beliau lebih keras dalam mendidik anak-anaknya. Bahkan kadang-kadang saya melihat istrinya frustrasi dan capek menghadapi bandelnya anak-anak mereka ketika diperintahkan sesuatu seperti pergi tidur, pergi mandai, gosok gigi. Hal-hal seperti itu semua istri kakak saya ini yang mengurus dan mengaturnya. Segala hal yang berkaitan dengan aktifitas harian anak-anaknya istrinya lah yang mengatur semua.

Keluarga yang Soleh Wujud dari Lelaki yang Soleh

Jadi kebayang kan bagaimana stressnya istri kakak saya ini kalau background agamanya tidak kuat. Namun ini lah faktor yang membuat pasangan suami-istri ini bisa sabar dan tabah menghadapi kebandelan dan kenakalan anak-anak mereka. Saya memang melihat kakak saya dan istrinya sangat menjunjung nilai-nilai agama dan mereka sangat religius. Kakak saya memang lulusan pesantren dan dia sangat taat menjalankan perintah agama. Begitupun ketika dia mencari istri, kecantikan dan kekayaan bukanlah yang dia cari namun kesolehan wanita yang akan dia nikahi dan bersama-sama mengaruhi mahligai rumah tangga mereka hanya semata-mata karena Allah Taala.

Karena faktor ini lah saya melihat meskipun betapa stressnya sebenarnya mereka mengurus anak-anak mereka namun mereka tidak pernah mengeluh sedikitpun. Mereka tidak pernah menunjukkan ketidak harmonisan disebabkan anak-anak mereka. Mungkin karena pengaruh pendidikan agama mereka yang sangat kuat sehingga mempengaruhi cara mereka dalam mendidik anak. Mungkin bagi mereka mendidik anak adalah sebuah ibadah kepada Allah SWT. karena anak-anak adalah titipan dari Sang Pencipta Rabbul Alamin.

Alhamdulillah kakak saya dan istrinya selama saya tinggal bersama mereka, sangat baik hati terhadap saya. Mereka menerima saya dengan tangan terbuka dan tidak pernah mengeluh akan beban kehidupan mereka bertambah karena satu mulut lagi yang harus di suapin di rumah ini. Tidak, tidak sama sekali. Mereka tidak pernah memikirkan hal seperti itu, paling tidak itu yang saya lihat dari perlakuan mereka kepada saya selama saya numpang di rumah mereka. Saya sangat bersyukur kepada Allah bisa berada di lingkungan orang-orang yang saleh sehingga berdampak ke pribadi saya yang Alhamdulillah dengan izinnya terbawah saleh Insya Allah.

Tips Menjadi Keluarga Sakinah

Selama saya tinggal bersama mereka, sholat lima waktu saya selalu tepat waktu dan dilakukan di masjid dekat rumah. Bahkan sholat subuh, yang ketika saya masih tinggal di Bandung boro-boro tepat waktu atau di masjid, disini selalu tepat waktu dan saya lakukan sholat berjamaah di masjid. Itulah dampak yang dijanjikan oleh Allah ketika kita bergaul bersama orang-orang yang saleh. Kita bergaul dengan tukang parfum maka kita akan tertular wanginya dan jika kita bergaul dengan pandai besi maka kita akan tertular baunya juga.

Namun saya telah berjanji selama saya numpang di rumah kakak saya, saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak merepotkan dan menyusahkan mereka. Saya bahkan melakukan apapun sendiri, ketika sudah makan saya akan langsung mencuci piring, sendok dan gelas saya sendiri. Saya mencuci pakaian saya sendiri. Walalupun sebenarnya kakak saya memiliki pembantu rumah tangga yang bertugas untuk membersihkan dan merapikan rumah mereka. Mulai dari mencuci baju, menyapu rumah, mencuci piring dan kerja bersih-bersih lainnya. Namun sekali lagi saya tidak ingin merepotkan mereka, saya akan berusaha melakukannya sendiri. Cukuplah saya diberi tempat tidur dan bisa makan 2 kali sehari, itu sudah sangat saya syukuri.


Sekali lagi saya sangat mengagumi dan sangat respek kepada kakak pertama saya ini. Akhlak dan tutur kata beliau tidak pernah sedikitpun saya lihat menyakiti orang lain disekitarnya. Beliau lebih sering mengorbankan kepentingannya sendiri untuk mendahulukan kepentingan orang lain. Saya kagum dengan prinsip beliau yang memegang teguh nilai-nilai agama Islam namun fleksibel dan tidak radikal. Saya sangat bersyukur bisa memiliki kakak kandung seperti beliau yang bisa dijadikan teladan dengan akhlaknya yang baik. Tentu saya berharap semoga saya bisa memiliki akhlak dan kesabaran seperti beliau ketika saya telah berkeluarga kelak. Amin ya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar