Sabtu, 12 April 2014

Mengorbankan Mimpi (Cita-Cita) Demi Kehidupan Itu Sendiri

Written On: Sunday, April 06, 2014

Perjalanan hidupku sampai detik ini sehingga membawaku kembali merantau ke kota lain penuh dengan tanda-tanya. Saya tidak pernah menyangka bahwa hidup membawaku sampai ke kota ini, walaupun memang sebelumnya saya pernah berpikir untuk mencari pekerjaan di kota minyak ini. Sekali lagi saya menegaskan dari hati yang paling dalam sungguh berat meninggalkan kota Bandung yang sudah seperti kampung halaman saya. Bahkan saking sulitnya meninggalkan kota ini saya harus melakukan sholat istikhorah agar benar-benar diberikan petunjuk oleh Allah SWT. jalan mana yang harus saya ambil. Dan Alhamdulillah Allah SWT. memberikan jalan yang terbaik Insya Allah.

Dengan meninggalkan kota Bandung artinya sama saja saya harus meninggalkan cita-cita atau passion saya yang sangat besar. Saya harus meninggalkan bidang yang membuat saya betah berlama-lama berkecimpung di dalamnya. Passion yang selama ini menemani perjalanan kehidupan saya di kota Bandung yang penuh dengan lika liku. Passion yang memberikan saya kesempatan untuk berkenalan dan mengenal teman-teman futsal seperjuangan di kota Bandung. Teman-teman futsal yang sama-sama memiliki hasrat atau passion yang sangat dalam terhadap futsal. Teman-teman yang bersama-sama kami jatuh cinta terhadap olahraga yang satu ini.



Karena futsal lah kami rela untuk berpeluh keringat ditempa selama berjam-jam di lapangan futsal oleh pelatih. Namun semua latihan itu membuat kami, paling tidak bagi saya, tidak pernah mengeluh. Padahal kami tahu betul bahwa kami tidak mendapatkan bayaran sepeser pun ketika kami latihan futsal. Orang-orang pasti heran mengapa pemain futsal melakukan sesuatu hal yang tidak mendapatkan bayaran (latihan). Mengapa kami rela berkeringat dan menguras tenaga demi sesuatu yang tidak pasti. Jawaban untuk pertanyaan ini mungkin hanysa satu, yaitu passion. Karena saya percaya segala hal mengenai passion tidak akan pernah bisa di ukur dengan materi.

Namun bagi saya petualangan bersama teman-teman futsal di Bandung untuk menggapai cita-cita dan mimpi harus berakhir. Saya kalah dengan kebutuhan hidup untuk menafkahi diri sendiri setelah saya lulus dari Universitas. Di titik ini saya menyadari bahwa realitas hidup tidak sejalan dengan mimpi-mimpi yang ingin kita wujudkan. Realitas secara perlahan namun pasti menerkam lalu membunuh passion itu. Passion yang dulunya berkobar-kobar seperti api unggun kini meredup seperti di siram air realitas yang kejam. Hati yang dulunya selalu mendukung passion ini perlahan-lahan menutup mata dan berbalik mendukung realitas.



Ya saya harus jujur terhadap diri saya sendiri bahwa memang di Negri kita ini, olahraga futsal belum bisa dijadikan sebagai lahan utam pencarian. Karena di Negri kita ini atlet futsal tidak mendapat jaminan apapun dari pemerintahnya. Bahkan pemain-pemain sekelas tim Pelindo pun mereka harus bekerja sambil tetap latihan futsal bersama perusahaan mereka. Tidak ada atlet futsal yang bisa hidup dari penghasilan sebagai pemain futsal tok. Lah wong mau dapat duit dari mana mereka selain duit kejuaraan itupun kalau tim mereka juara 1. Duit juara itu pun nantinya harus dibagi rata bersama-sama dengan 12-15 anggota dalam 1 tim. Sungguh menyedihkan bukan kalau tidak juara.

Sekali lagi saya pribadi menyadari betul keadaan pemain futsal di negri ini. Saya sendiri cukup lama di butakan oleh keadaan yang melenakan ini hanya sekedar memenuhi hasrat belaka. Sampai pada suatu titik mungkin Allah SWT. masih menyayangi saya dengan membuka mata hati saya melalui kata-kata kedua orang tua saya. Saya ingat betul nasehat beliau, “Nak, mau sampai kapan kamu hidup seperti ini. Bukalah matamu nak saat ini futsal belum bisa memberimu kehidupan yang layak. Perhatikan masa depanmu Nak karena kamu bisa lebih baik dari ini.” Mungkin seperti itu lah bunyi nasehat kedua orang tua saya yang saya bisa jelaskan.



Dulunya di awal-awal kuliah setelah saya berkecimpung di dunia futsal, pertama kali saya mengenal olahraga ini saya langsung jatuh cinta. Dari sinilah tekad saya sangat berkobar-kobar dan percaya inilah jalan kehidupan saya sebagai atlet futsal. Darah muda saya pada saat itu sangat mendidih saking semangatnya mengejar prestasi. Latihan bisa sampai setiap hari dalam seminggu yang tentu saja sangat melelahkan. Namun sekali lagi saya tekankan, ketika berbicara tentang passion maka kita tidak akan pernah mengenal kata lelah. Karena dalam passion, kita bekerja sambil bersenang-senang didalamnya.

Namun sambil berjalannya waktu dan bertambahnya usia dan tingkat pemikiran kita yang seharusnya lebih matang, realita akan berkata lain. Ya seperti yang saya katakana tadi realita secara perlahan namun pasti akan membuka pikiran kita. Dan beruntunglah bagi mereka yang dengan cepat merespon realitas yang mereka hadapi. Karena mereka berpacu dengan waktu dalam mengambil keputusan yang maha berat tentunya. Karena banyak kasus mereka harus mengorbankan sesuatu yang sangat mereka cintai demi keberlangsungan hidup mereka.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar