Written On: Tuesday, March 18,2014
Minggu-minggu pertama saya tinggal di kota
Balikpapan, untuk sementara saya numpang di rumah kakak kandung saya yang telah
berkeluarga. Kakak pertama saya ini telah menetap hampir sekitar 10 tahun di
kota ini. Beliau telah bekerja di perusahaan asing asal prancis yang
berkecimpung di minyak dan gas. Kakak saya ini juga telah beristrikan wanita pribumi
dan telah memiliki 3 anak yang lucu-lucu dan menggemaskan sebagai penyejuk hati
orang tuanya. Kakak saya ini memiliki 2 orang putri dan 1 orang putra yang juga
si bungsu. Anak pertama bernama Azka, anak kedua bernama Azkiah, dan si putra
bungsu bernama Mushab.
Ketiga anak kakak saya ini meskipun sering
ribut dan berisik namun mereka sangat lucu dan menggemaskan. Yah namanya juga
anak kecil, jika ada sesuatu yang mereka inginkan maka pada saat itu juga harus
dipenuhi. Dan jika tidak, maka bersiap-siaplah mendengar suara kapal pecah yang
memekikkan telinga. Apa lagi si bungsu nih, Mushab, manjanya minta ampun. Dan
segala sesuatu yang dia inginkan kalau tidak terpenuhi maka jurus andalannya
adalah menangis sekencang-kencangnya. Saya kadang-kadang kasian melihat kakak
saya dan istrinya yang tingkat kesabarannya udah level dewa kali. Apa lagi
kakak saya nih kalau saya bilang sabarnya sih kelewatan.
Ilustrasi: Keluarga Soleh
Si bungsu dan si tengah (Azkiah) selalu menjadi
musuh bebuyutan. Selalu tidak pernah ingin mengalah satu sama lain. Sering
keduanya memperebutkan banyak hal, mulai dari mainan, minuman yang dibawah
ayahnya, bahkan rebutan duduk di pangkuan ayahnya juga diperebutkan. Tapi
bagaimanapun si bungsu akan selalu keluar sebagai pemenangnya karena kekuatan
magis (tangis) yang dia miliki. Si bungsu yang masih cadel-cadelnya ini akan sekuat
tenga untuk mengalahkan si tengah. Kadang pula si tengah akan berakhir dalam
tangisan karena selalu disuruh mengalah oleh orang tuanya. Ya secara
dimana-mana kakak selalu harus mengalah kepada si adik kan.
Nah ketika keduanya ini berantem, saya jamin
siapapun tidak ingin berada di dekat mereka karena kebisingan tangisan dan
pertengkaran mereka. Kadang-kadang saya hanya bisa memasang head seat ke
telinga dan berdiam diri di kamar saking tidak kuatnya mendengar tangisan
bocah-bocah ini. Sedangkan si sulung selalu berada di kubu yang netral tidak
pernah memiliki musuh. Si sulung hanya bisa diam ketika si tengah dan si bungsu
saling serang satu sama lain dan melemparkan tangisan mereka ke seluruh ruangan.
Si sulung lebih sering menenangkan si bungsu yang keliarannya minta ampun deh
tak terkontrol.
Pada Fitrahnya Manusia Mengharapkan Keluarga yang Soleh (Bahagia)
Tapi disinilah kekaguman saya muncul kepada
kakak kandung saya ini. Akhlak beliau dalam mendidik keponakan-keponakan saya
ini tidak pernah sekalipun, selama saya tinggal bersama mereka, memarahi atau
menghardik dengan kasar dan suara yang menggelegar. Tidak pernah sekalipun.
Kakak saya ini bahkan ketika menegur atau mengingatkan tetap dengan suara yang
rendah dan hampir tidak terdengar kalau
kita tidak berada di dekat beliau. Tidak pernah sekalipun dia menaikkan
intonasi suaranya kepada anak-anaknya. Kadang saya tidak habis pikir ketika
kemanjaan si bungsu yang sudah tidak ketolong, dia malah menuruti permintaannya
dari pada memarahi atau mencubit anaknya agar tidak meminta yang tidak-tidak.
Contohnya saja ketika kakak saya ini baru balik
dari kantor, kebayang kan capek-capeknya pulang dari kantor bagimana, si bungsu
langsung merengek dengan sangat ingin naik mobil dan diminta untuk membawa dia
keliling. Bukannya malah menolak, kakak saya ini dengan penuh kesabaran tanpa
keluhan sedikitpun menemani anaknya yang bungsu ini untuk berkeliling di
kompleks perumahan tempat tinggal kami. Dan kejadian ini bukan hanya sekali
loh, tapi sudah berkali-kali saya
menyaksikan kejadian ini berulang-ulang, ketika si bungsu merengek dan sangat
memaksa dengan tangisannya untuk naik mobil. Inilah yang saya sebut dengan
kesabaran tingkat dewa.
Ilustrasi: Lelaki Soleh; Taat Ibadahnya
Saya yakin jika ayah-ayah pada umumnya
mendapatkan kasus yang sama seperti ini, akan melakukan hal sebaliknya. Pasti
akan sangat sulit mengikuti sikap kakak saya ini ketika menghadapi anaknya yang
sangat manja dan memaksa ini. Mungkin reaksi ayah-ayah yang lain kebanyakan
akan marah dan menolak dengan keras paksaan anaknya itu. Si ayah pasti dengan
kuasanya memarahi dengan suara yang keras dari tangisan anaknya untuk berhenti
merengek dan diam. Bahkan dalam beberapa kasus, tamparan atau pukulan atau
cubitan akan diberikan kepada anak yang merengek itu. Contohnya ketika masa
kecil saya dan kakak saya tentunya, ayah bahkan ibu saya kompak akan mencubit
bahkan memukul dengan rotan ketika kami bersaudara tidak bisa diatur.
Kalau kakak saya ini sangat sabar dan suaranya
sangat pelan ketika berbicara dan menegur anaknya, berbeda dengan istri beliau.
Istri beliau lebih keras dalam mendidik anak-anaknya. Bahkan kadang-kadang saya
melihat istrinya frustrasi dan capek menghadapi bandelnya anak-anak mereka
ketika diperintahkan sesuatu seperti pergi tidur, pergi mandai, gosok gigi.
Hal-hal seperti itu semua istri kakak saya ini yang mengurus dan mengaturnya.
Segala hal yang berkaitan dengan aktifitas harian anak-anaknya istrinya lah
yang mengatur semua.
Keluarga yang Soleh Wujud dari Lelaki yang Soleh
Jadi kebayang kan bagaimana stressnya istri
kakak saya ini kalau background agamanya tidak kuat. Namun ini lah faktor yang
membuat pasangan suami-istri ini bisa sabar dan tabah menghadapi kebandelan dan
kenakalan anak-anak mereka. Saya memang melihat kakak saya dan istrinya sangat
menjunjung nilai-nilai agama dan mereka sangat religius. Kakak saya memang
lulusan pesantren dan dia sangat taat menjalankan perintah agama. Begitupun
ketika dia mencari istri, kecantikan dan kekayaan bukanlah yang dia cari namun
kesolehan wanita yang akan dia nikahi dan bersama-sama mengaruhi mahligai rumah
tangga mereka hanya semata-mata karena Allah Taala.
Karena faktor ini lah saya melihat meskipun betapa
stressnya sebenarnya mereka mengurus anak-anak mereka namun mereka tidak pernah
mengeluh sedikitpun. Mereka tidak pernah menunjukkan ketidak harmonisan
disebabkan anak-anak mereka. Mungkin karena pengaruh pendidikan agama mereka
yang sangat kuat sehingga mempengaruhi cara mereka dalam mendidik anak. Mungkin
bagi mereka mendidik anak adalah sebuah ibadah kepada Allah SWT. karena
anak-anak adalah titipan dari Sang Pencipta Rabbul Alamin.
Alhamdulillah kakak saya dan istrinya selama
saya tinggal bersama mereka, sangat baik hati terhadap saya. Mereka menerima
saya dengan tangan terbuka dan tidak pernah mengeluh akan beban kehidupan
mereka bertambah karena satu mulut lagi yang harus di suapin di rumah ini.
Tidak, tidak sama sekali. Mereka tidak pernah memikirkan hal seperti itu,
paling tidak itu yang saya lihat dari perlakuan mereka kepada saya selama saya
numpang di rumah mereka. Saya sangat bersyukur kepada Allah bisa berada di
lingkungan orang-orang yang saleh sehingga berdampak ke pribadi saya yang
Alhamdulillah dengan izinnya terbawah saleh Insya Allah.
Tips Menjadi Keluarga Sakinah
Selama saya tinggal bersama mereka, sholat lima
waktu saya selalu tepat waktu dan dilakukan di masjid dekat rumah. Bahkan
sholat subuh, yang ketika saya masih tinggal di Bandung boro-boro tepat waktu
atau di masjid, disini selalu tepat waktu dan saya lakukan sholat berjamaah di
masjid. Itulah dampak yang dijanjikan oleh Allah ketika kita bergaul bersama
orang-orang yang saleh. Kita bergaul dengan tukang parfum maka kita akan
tertular wanginya dan jika kita bergaul dengan pandai besi maka kita akan
tertular baunya juga.
Namun saya telah berjanji selama saya numpang
di rumah kakak saya, saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak
merepotkan dan menyusahkan mereka. Saya bahkan melakukan apapun sendiri, ketika
sudah makan saya akan langsung mencuci piring, sendok dan gelas saya sendiri.
Saya mencuci pakaian saya sendiri. Walalupun sebenarnya kakak saya memiliki
pembantu rumah tangga yang bertugas untuk membersihkan dan merapikan rumah
mereka. Mulai dari mencuci baju, menyapu rumah, mencuci piring dan kerja
bersih-bersih lainnya. Namun sekali lagi saya tidak ingin merepotkan mereka,
saya akan berusaha melakukannya sendiri. Cukuplah saya diberi tempat tidur dan
bisa makan 2 kali sehari, itu sudah sangat saya syukuri.
Sekali lagi saya sangat mengagumi dan sangat
respek kepada kakak pertama saya ini. Akhlak dan tutur kata beliau tidak pernah
sedikitpun saya lihat menyakiti orang lain disekitarnya. Beliau lebih sering
mengorbankan kepentingannya sendiri untuk mendahulukan kepentingan orang lain. Saya
kagum dengan prinsip beliau yang memegang teguh nilai-nilai agama Islam namun
fleksibel dan tidak radikal. Saya sangat bersyukur bisa memiliki kakak kandung
seperti beliau yang bisa dijadikan teladan dengan akhlaknya yang baik. Tentu
saya berharap semoga saya bisa memiliki akhlak dan kesabaran seperti beliau
ketika saya telah berkeluarga kelak. Amin ya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar